BAB II
TINJAUAN
TEORITIS
2.1.
Konsep
Dasar Teori
2.1.1.
Pengertian
Stroke
adalah terjadinya kerusakan pada jaringan yang disebabkan berkurangnya aliran
darah keotak atau retaknya pembuluh darah yang menyuplai darah ke otak dengan
berbagai sebab yang ditandai dengan kelumpuhan sensoris dan motoris tubuh
sampai dengan terjadinya penurunan kesadaran. (Arif Mutaqqin, 2008)
Menurut
Ramadhan (2009), stroke termasuk penyakit cerebrovaskular (pembuluh darah otak)
dan ditandai oleh kematian jaringan otak (infark cerebral) yang terjadi karena
berkurangnya aliran darah dan oksigen ke dalam otak.
Stroke
adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di
otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. (Batticaca, 2008)
Stroke
(cedera serebrovaskuler [cerebrovasculer accident, CVA]) didefinisikan sebagai
gangguan neurologis fokal yang tejadi mendadak akibat proses patofisiologi
dalam pembuluh darah. (Valentina L. Brashers,2008)
2.1.2
Anatomi dan Fisiologi
Gambar
I. Bagian – bagian Otak
a. Bagian-bagian
Otak
Otak
merupakan organ yang paling mengaggumkan dari seluruh organ, kita mengetahui
bahwa seluruh angan-angan dan keinginan dan nafsu perencanaaan dan memeori
merupakan hasil dari aktivitas otak. Otak bersisi 10 miliar neuron yang nenjadi
komplek secara kesatuan fungsional. Otak lebih komplek dari pada batang otak
manusia kira – kira merupakan 2 % dari berat badan orang dewasa, otak menerima
15% dari curah jantung, memerlukan sekitar 20% dari curah jantung, memerlukan
205 pemakaian oksigen tubuh, dan sekita 400 kilo kalori energi setiap hari.
Menurut mutaqin (2008)
pada dasarnya otak mempunyai beberapa bagian, yaitu:
1. Serebrum
Serebrum
merupakan merupakan bagian otak yang paling besar dan menonjol di sini terletak
pusat – pusat saraf yang mengatur semua kegiatan sensori dan motorik, juga
mengatur proses penalaran, memori dan intelgensi. Hemisfer serebri kanan mengatur
bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer sebelah kiri mengatur bagian tubuh
sebelah kanan konsep fungsional ini di sebut pengendalian kontralateral.
1. Kortek
serebri
Kortek
serebri atau mantel abu-abu (gray metter) dari serebrum mempunyai banyak lipatan
yang di sebut giri ( tunggal girus). Susunan seperti ini memunkinkan permukaan
otak menjadi luas ( di perkirakan seluas 2200 cm2) yang terkandung dalam rongga
tengkorak yang sempit. Kortek serebri adalah bagian otak yang paling maju dan
bertanggung jawab untuk mengindra lingkungan. Korteks serebri menentukan
prilaku yang bertujuan dan beralasan.
2. Lobus
frontal
Lobus
frontal mencakup bagian dari korteks serebrum bagian depan yaitu dari sulkus
sentralis (suatu fisura atau alur) dan di dasar lateralis bagian ini memiliki
area motorik dan pramotorik. Area broca terletak di lobus frontalis dan
mengontraol aktivitas bicara. Area asosiasi di lobus frontalis menerima
informasi dari seluruh bagian otak dan menggabungkan informasi-informasi
tersebut menjadi pikiran rencana dan prilaku. Lobus frontalis bertanggung jawab
untuk prilaku bertujuan, menentukan keputusan moral, dan pemikiran yang
kompleks. Lobus frontalis memodifikasi dorongan-dorongan emosional yang di
hasilkan oleh system limbic dan refleks vegetatife dari batang otak.
3. Lobus
parietalis
Merupakan
lobus sensori yang berfungsi menginterprestasikan sensasi rangsangan yang
datang atau mengatur individu mampu mengetahui posisi letak dan bagian tubuh. Untuk
sensasi raba dan pendengaran. Lobus parietalis menyampaikan informasi ke banyak
daerah lain di otak, termasuk area asosiasi motorik dan visual di sebelahnya.
4. Lobus
oksipitalis
Lobus
ini terletak di sebelah posterior dari lobus parietalis dan di atas fisura
parieto-oksipitalis, yang memisahkan dari serebrum, lobus ini pusat asosiasi
visual utama. Lobus ini menerima informasi dari retina mata. Menginterprestasikan
pengelihatan membedakan warna dan sekaligus kordinasi gerakan dan keseimbangan.
5. Lobus
temporalis
Memiliki
fungsi menginterprestasikan sensasi kecap, bau dan pendengaran, interprestasi
bahasa dan penyimpanan memori.
6. Serebelum
Ada dua fungsi utam
serebelum, yaitu :
a) Mengatur
otot - otot postural tubuh
b) Melakukan
program akan gerakan - gerakan pada keadaan sadar maupun bawah sadar.
Serebelum
mengkordinasi penyesuaian secara tepat dan otomatis dengan menjaga keseimbangan
tubuh. Serebelum merupakan pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus
gerakan otot, serta menguabh tonus otot dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan
keseimbangan dan sikap tubuh price,1995
dalam buku arif mutaqqin 2008.
7. Batang
otak
Bagian-bagian
batang otak dari atas sampai bawah yaitu pons dan medulla oblongata. Di seluluh
batang otak terdapat jeras-jeras yang berjalan naik turun. batang otak
merupakan pusat relasi dan refleks dari SSP.
8. Medulla
oblongata
Medulla
oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung vasikonstriktor, pernafasan,
bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur, dan muntah. Semua jeras asendens
dan desendens medulla spinalis terlihat di sini. Pada permukaan anterior
terdapat pembesaran yang di sebut pyramid yang terutama mengandung serabut
motorik volunteer.di bagian posterior medulla oblongata terdapat pula dua
pembesaran yang di sebut fesikuli dari jeras asendens kolumna dorsalis, yaitu
fesikuli grasilis dan fesikulus kutaenus, jeras -jeras ini mrngantarkan
tekanan, proprioseptif otot-otot sadar, sensai getar dan diskriminasi dua
titik.
1.1.3.
Etiologi
Stroke
dapat dibagi menjadi dua yaitu stroke hemoragik dan stroke non hemoragik.
Stroke hemoragik merupakan terjadinya perdarahan di otak yang meneurunkan
aliran oksigen dan gula darah ke daerah tertentu sehingga sel-sel saraf akan
mati dan area yang terkena akan terganggu fungsinya.
Stroke
hemoragik dapat disebabkan karena pecahnya pembuluh darah otak pada daerah
tertentu, kejadiannya biasanya pada saat melakukan aktivitas, namun juga dapat
saat beristirahat dan kesadaran pasien biasanya menurun, sedangkan stroke non
hemoragik merupakan gangguan fungsi otak secara tiba-tiba. Stroke non hemoragik
merupakan penyakit yang mendominasi kelompok usia menengah dan dewasa tua.
Penyebab
terjadinya stroke non hemoragik secara umum karena adanya gangguan aliran darah
ke otak yang disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah atau tertutupnya salah
satu pembuluh darah ke otak dan ini terjadi karena :
A. Trombosis
serbral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh
darah yang mengalami okulasi sehingga menyebabakan iskemi jaringan otak yang
dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat
menyebabkan trombusi otak :
1. Ateroksklerosis
2. Hiporkoagulasi
pada polisitemia
3. Arteritis
(radang pada arteri)
4. Emboli
B. Hemoragi
Perdarahan intrakranial atau
intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subaraknoid atau kedalam jaringan
otak sendiri. Perdarahn ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi.
C. Hipoksia
umum
Bebrapa penyebab yang berhubungan
dengan hipoksia umum adalah :
1. Hipertensi
yang parah
2. Henti
jantung paru
3. Curah
jantung turun akibat aritmia
D. Hipoksi
setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan
dengan hipoksia setempat adalah :
1. Spasme
arteri serebral, yang disertai perdarahan subaraknoid
2. Vasokontriksi
arteri otak disertai sakit kepala migren
(Arif mutakin,2008).
Faktor - faktor resiko terjadinya
stroke antara lain (Arif mutakin 2008) :
1. Hipertensi
2. Penyakit
jantung
3. Kolestrol
tinggi
4. Obesitas
5. Diabetes
6. Merokok
7. Penyalahgunaan
obat
8. Konsumsi
alkohol
1.1.4.
Patofisilogi
1. Stroke non hemoragik
Iskemia
disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau
embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada
dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area
thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks
iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh
embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya
blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat
dan terjadi gangguan neurologis fokal. (Arif mutakin,2008).
2. Stroke hemoragik
Pembuluh
darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan
subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang seharusnya
konstan. Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi
tubuh akan menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan
herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang mengalir ke
substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh
darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah
berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak. (Arif
mutakin,2008)
1.1.5.
Manifestasi
klinis
Menurut Brunner & Suddarth (2006)
manifestasi klinis yang timbul pada pasien stroke berdasarkan pembulu darah
arteri yangg terkena antara lain :
Kontra
lateral paralisis (kumpulan atau kehilangan daya untuk bergerak) atau parisese
(kelumpuhan ringan),
1. Hilangnya
sensorik dan motorik, paling nyata pada muka, leher dan ekstremitas atas.
2. Afasia
(bicara defektif atau kehilangan bicara) yang trauma ekspresif.
3. Gangguan
persepsi, termasuk perubahan tingkah laku.
4. Kontra
lateral hemianova (hilangnya pengelihatan berupa gangguan lapangan pandang yang
bersifat fasial atau komplit.
5. Gangguan
motorik : gerakan yang tidak terkordinasi.
6. Gangguan
kesadaran berupa penurunan kesadaran atau hilangnya kesadaran (pingsan, koma).
7. Sakit
kepala, gangguan keseimbangan.
1.1.6.
Pemeriksaan
penunjang
Menurut pemeriksaan diagnostic pada
pasien dengan masalah stroke meliputi sebagai berikut (Batticaca, 2008) :
a. Angiografi
serebral
Membantu menentukan
penyebab dari stroke secara specific seperti perdarahan arteriovena atau adanya
rupture dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformas
vascular.
b. Lumbal
fungsi
Tekanan yang meningkat
dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menujukan adanya hemoragi pada
subraknoid atau perdarahan pada intra cranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likour merah biasanya di
jumpai pada perdarahan yang massif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likour masih normal (xantrkrom) sewaktu hari-hari pertama.
c. CT
scan
Pemindaian ini
memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hemtoma, adanya jaringan otak
yang infrak atau iskemia, dan posisi secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
di dapatkan hiperdens fokal, kadang pemdatan terlihat di ventrikel, atau
menyebar di permukaan otak.
d. MRI
MRI (magneticimaging resonance) menggunakan
gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan
otak. Hasil pemeriksaan biasanya di dapatkan di daerah yang mengalami lesi dan
infark akibat dari hemoragik.
e. USG
Doppler
Untuk mengidentifikasi
adanya penyakit arteriovena (masalah system karotis)
f. EEG
Pemeriksaan
ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang
infark sehingga menurunya implus listrik dalam jaringan otak.
g. Pemeriksaan
laboratorium
1) Lumbal
fungsi : pemeriksaan likour merah biasanya di jumpai pada perdarahan yang
massif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likour masih normal (xantokhrom)
sewaktu hari pertama.
2) Pemeriksaan
darah rutin.
3) Pemeriksaan
kimia darah : Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia, gula darah dapat
mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur turun kembali.
4) Pemeriksaan
darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
1.1.7.
Penatalaksanaan
dan pencegahan
Untuk merawat pasien dengan keadaan
akut perlu diperhatikan :
a. Menstabilkan
tanda-tanda vital
1. Memperhatikan
saluran yang adekuat
2. Kendalikan
tekanan darah sesuai dengan keadaan termasuk usaha untuk memperbaiki hipertensi
maupun hipotensi
b. Menetapkan
posisi sebaiknya
Posisi pasien dibalikkan dan beri
latihan gerak pasif setiap dua jam dalam beberapa hari untuk untuk melakukan
gerakan pasif penuh dilakukan sebanyak 50 kali.
Dalam pencegahan penyakit stroke
adalah :
1. Hipertensi
adalah satu-satunya faktor risiko paling penting yang bisa dimodifikasi, lebih
dari setengah stroke dapat dicegah dengan pengontrolan hipertensi.
2. Berhenti
merokok dan mengurangi asupan alkohol dapat menurunkan risiko.
3. Penangan
kolestrol menurunkan risiko, terutama menggunakan inhibitor reduktase (misalnya
pravastatin).
1.1.8.
Komplikasi
Penyakit Stroke Non Hemoragik
Komplikasi stroke non hemoragik dapat beraasal dari
kesukaran jaringan otak sendir dari akibat kematian dalam beberapa hari atau
cacat fisik sekunder akibat kerusakan otak.
Menurut
Brunner & suddarth (2006) komplikasi stroke di bagi menjadi 2 (dua) sebagai
berikut :
a.
Komplikasi
neurology yang terbagi menjadi :
1)
Cacat
mata dan cacat telinga
2)
Kelumpuhan
3)
Lemah
b.
Komplikasi
non neurology yang terbagi menjadi :
1)
Akibat
neurology yang terbagi menjadi :
a)
Tekanan
darah sistemik meninggi
b)
Reaksi
hiperglikemi (kadar gula dalam darah tinggi)
c)
Oedema
paru
d)
Kelainan
jantung dan EKG (elektro kardio gram)
e)
Sindroma
inappropriate ante diuretic hormone (SIADH)
2)
Akibat
mobilisasi meliputi
Bronco
pneumonia, emboli paru, depresi, nyeri, dan kaku bahu, kontraktor, deformitas,
infeksi traktus urinarius, dekubitus
dan atropi otot.
2.2.
Konsep
Proses Keperawatan
Asuhan
keperawatan adalah sesuatu bentuk pelayanan yang diberikan oleh seseorang
pasien dlaam memenuhi kebutuhannya sehari-hari berupa bimingan, pengawasan,
perlindungan.( Brunner & suddarth, 2002)
2.2.1.
Pengkajian
Pengkajian
merupakan proses pengumpulan data yang dilakukan secara sistemik mengenai
kesehatan. Pasien mengelompokkan data, menganalisis data tersebut sehingga
dapat diketahui masalah dan perawatan pasien. Adapun tujuan utama dari pada
pengkajian adalah memberikan gambaran secara terus menerus mengenai keadaan
pasien yang memungkinkan perawat dapat merencanakan asuhan keperawatan pada
pasien (Arif Mutaqqin, 2008).
Pengkajian pada
stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat pennyakit psikososial.
1. Identitas
klien
Melipti nama, umur (kebanyakan
terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,agama,
suku bangsa, tanggal dan MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
2. Keluhan
utama
Sering menjadi alasan kleien untuk
meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggita gerak sebalah badan,
bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Data
riwayat kesehatan
a. Riwayat
kesehatan sekarang
Serangan stroke berlangsuung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas ataupun sedang
beristirahat. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah,bahkan kejang sampai
tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain.
b. Riwayat
penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat
steooke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung,anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan anti kougulan, aspirin,
vasodilatator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.
c. Riwayat
penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang
menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari
generasi terdahulu.
4. Riwayat
psikososial dan spiritual
Peranan pasien dalam keluarga,
status emosi meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya
rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak harmonis, status
dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam melakukan ibadah sehari-hari.
5. Aktivitas
sehari-hari
a. Nutrisi
Klien makan sehari-hari apakah
sering makan makanan yang mengandung lemak, makanan apa yang ssering dikonsumsi
oleh pasien, misalnya : masakan yang mengandung garam, santan, goreng-gorengan,
suka makan hati, limpa, usus, bagaimana nafsu makan klien.
b. Minum
Apakah ada ketergantungan
mengkonsumsi obat, narkoba, minum yang mengandung alkohol.
c. Eliminasi
Pada pasien stroke hemoragik
biasanya didapatkan pola eliminasi BAB yaitu konstipasi karena adanya gangguan
dalam mobilisasi, bagaimana eliminasi BAK apakah ada kesulitan, warna, bau,
berapa jumlahnya, karena pada klien stroke mungkn mengalami inkotinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol
motorik dan postural.
6. Pemeriksaan
fisik
a. Kepela
Pasien pernah mengalami trauma
kepala, adanya hemato atau riwayat operasi.
b. Mata
Penglihatan adanya kekaburan,
akibat adanya gangguan nervus optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat
bola mata (nervus III), gangguan dalam memotar bola mata (nervus IV) dan
gangguan dalam menggerakkan bola mata kelateral (nervus VI).
c. Hidung
Adanya gangguan pada penciuman
karena terganggu pada nervus olfaktorius (nervus I).
d. Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah)
akibat kerusakan nervus vagus, adanya kesulitan dalam menelan.
e. Dada
-
Inspeksi : Bentuk
simetris
-
Palpasi : Tidak adanya massa dan benjolan.
-
Perkusi : Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup.
-
Auskultasi : Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suara jantung I dan II mur-mur
atau gallop.
f. Abdomen
-
Inspeksi : Bentuk
simetris, pembesaran tidak ada.
-
Auskultasi : Bisisng usus
agak lemah.
-
Perkusi :
Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada
g. Ekstremitas
Pada pasien dengan stroke hemoragik
biasnya ditemukan hemiplegi paralisa atau hemiparase, mengalami kelemahan otot
dan perlu juga dilkukan pengukuran kekuatan otot, normal : 5
Pengukuran kekuatan otot menurut
(Arif mutaqqin,2008)
1) Nilai
0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama
sekali.
2)
Nilai 1
: Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi.
3) Nilai
2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi
tidak bisa melawan grafitasi.
4) Nilai
3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi
tidak dapat melawan tekanan pemeriksaan.
5) Nilai
4 : Bila dapat melawan tahanan
pemeriksaan tetapi kekuatanya
berkurang.
6) Nilai
5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan penuh.
2.2.2.
Diagnosa
Keperawatan
a. Aktual
Diagnosa keperawatan yan
menejelaskan bahwa masalah kesehatan yang nyata saat ini sesuai dengan data
klinis yang ditemukan misalnya : Gangguan Eliminasi Urine berhubungan dengan
kerusakan kontrol motorik dan postural.
b. Potensial
Diagnosa keperawatan yang menjelaskan
bahwa masalah kesehatan yang nyata dan akan terjadi jika tidak dilakukan
intervensi keperawatan.
Saat ini masalah belum ada tetapi
etiologi belum ada misalnya : resiko penyelesaian infeksi berhubungan dengan
status cairan.
c. Kemungkinan
Diagnosa keperawatan yang
menjelaskan bahwa perlu data tambahan untuk memastikan pertambahan masalah.
Pada keadaan ini masalah dan faktor pendukung belum ada tetapi sudah ada faktor
yang dapat menimbulkan masalah, misalnya : kemungkinan terjadinya infeksi
berhubungan dengan adanya luka di kulit.
Diagnosa keperawatan yang mungkin
ditemuiakan pada klien stroke non
hemoragik adalah (arif mutakin, 2008) :
1. Risiko
peningkatan TIK yang berhubungan dengan adanya meningkatnya volume
intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebral.
2. Perubahan
perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral, oklusi
otak, vasospasme, dan edema otak.
3. Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk
menurunn, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran.
4. Hambatan
mobiltas fisik yang berhubungan dengan hemiplagia, kelemahan neuromuskular pada
ekstremitas.
5. Risiko
tinggi terhadap terjadinya cedera yang berhubungan dengan penurunan luas lapang
pandang, penurunan sensasi rasa (panas, dingin).
6. Risiko
gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama.
7. Defisit
perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler, menurunnya
kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol otot/koordinasi ditandai oleh
kelemahan untuk ADL.
8. Kerusakan
komunikasi verbal yang berhubgungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara
di hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan
secara umum.
9. Risiko
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan.
10. Takut
yang berhubungan dengan parahnya kondisi.
11. Ganggua
konsep diri citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan
persepsi.
12. Ketidakpatuhan
terhadap regimen terapeutik yang berhubungan dengan kurangnya informasi
perubahan status kognitif.
13. Gangguan
persepsi sensori yang berhunbungan dengan penurunan sensori, penurunan
penglihatan.
14. Gangguan
eliminasi alvi (konstipasi) yang berhubungan dengan imobilisasi, asupan cairan
yang tidak adekuat.
15. Gangguan
eliminasi urine (Inkotinensia urine) yang berhubungan dengan lesi pada UMN.
16. Risiko
penurunan pelaksanaan ibadah spiritual yang berhubungan dengan kelemahan
neuromuskuler pada ekstremitas.
17. Perubahan
proses keluarga yang berhubungan dengan perubahan status sosial, ekonomi, dan
harapan hidup.
18. Kecemasan
klien dan keluargayang berhubungan dengan prognosis penyakit yang tidak
menentu.
2.2.3.
Intervensi
Keperawatan
Rencana asuhan
keperawatan adalah pengkajian yang sistematis dan identifikasi masalah. Penetuan
tujuan dan pelaksanaan serta cara atau strategi mengatasi masalah tersebut.
Perencenaan keperawatan terdiri
dari :
1. Menentukan
prioritas diagnosa keperawatan.
2. Menetukan
sasaran dan tujuan.
3. Menetapkan
kriteria evaluasi.
Beberapa
syarat dan kriteria evaluasi adalah :
a. Spesifik
dalam isi dan waktu. Isi menggambarkan apa yang dilakukan, dialami dan
dipelajari. Isi dapat dimodifikasi sedangkan waktu akan mempermudah dan memberi
batasan penampilan yang dicapai.
b. Dapat
dicapai dalam menetukan tujuan dan kriteria evaluasi harus objektif dan
realistik, maksudnya sesuatu yang dapat dicapai sesuai dengan kekuatan
kelemahan yang ada.
Menurut
Arif Mutaqqin ( 2008 ) intervensi yang bisa dilakukan pada pasien stroke adalah
:
1.
Perubahan
perpusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan intraserebral, oklusi otak,
vasospasme, dan edema otak.
Tujuan :
Setelah di lakukan
tindakan keperawatan 2 x 24 jam perpusi jarinagn tercapai secara optimal.
kriteria hasil :
klien tidak gelisah,
tidak ada keluhan nyeri kepala, mual dan kejang, GCS 4, 5, 6, pupil isokor, refleks cahaya (+) TTV
normal.
Intervensi :
a. Berikan
penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab peningkatan TAK dan akibatnaya.
Rasional : keluarga
lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan.
b. Baringkan
klie ( bed rest ) total dengan posisi tidur telentang tanpa bantal.
Rasional : monitor
tanda-tanda status neurologis dengan GCS.
c. Monitor
tanda-tanda vital.
Rasional : untuk
mengetahui keadaan umum klien.
d. Bantu
pasien untuk membtasi muntah, batuk,anjurkan klien menarik nafas apabila
bergerak atau berbalik dari tempat tidur.
Rasional : aktivitas
ini dapat meningkatkan tekanan intracranial dan intraabdoment dan dapat
melindungi diri diri dari valsava.
e. Ajarkan
klien untuk mengindari batuk dan mengejan berlebihan.
Rasional : Batuk dan
mengejan dapat meningkatkan tekanan intrkranial dan poteensial terjadi
perdarahan ulang.
f. Ciptakan
lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
Rasional : rangsangan
aktivitas dapat meningktkan tekanan intracranial.
g. Kolaborasi
: pemberian terapi sesuai intruksi dokter,seperti :steroid, aminofel,
antibiotika.
Rasional : tujuan yang
di berikan dengan tujuan: menurunkan premeabilitas kapiler,menurunkan edema
serebri,menurunkan metabolic sel dan kejang.
2.
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi secret, kemampuan batuk
menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran.
Tujuan : stelah di
lakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien mamapu meningkatkan dan
memepertahankan keefektifan jalan nafas agar tetap bersih dan mencegah
aspirasi.
kriteria hasil : bunyi
nafas terdengar bersih, ronkhi tidak terdengar, trakeal tube bebas sumbatan,
menunjukan batuk efektif, tidak ada penumpukan secret di jalan nafas.frekuensi
pernafasan 16 -20x/menit.
Intervensi :
a. Kaji keadaan jalan nafas,
Rasional : obstruksi
munkin dapat di sebabkan oleh akumulasi secret.
b. Lakukan
pengisapan lendir jika d perlukan.
Rasional : pengisapan
lendir dapay memebebaskan jalan nafas dan tidak terus menerus di lakukan dan
durasinya dapat di kurangi untuk mencegah hipoksia.
c. Ajarkan
klien batuk efektif.
Rasional : batuk
efektif dapat mengeluarkan secret dari jalan nafas.
d. Lakuakn
postural drainage perkusi/penepukan.
Rasional : mengatur
ventilasi segmen paru-paru dan pengeluaran secret.
e. Kolaborasi
: pemberian oksigen 100%.
Rasional : denagn
pemberiaan oksigen dapat membantu pernafasan dan membuat hiperpentilasi
mencegah terjadinya atelaktasisi dan mengurangi terjadinya hipoksia.
3.
Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan hemipearese atau hemiplagia, kelemahan
neuromoskuler pada ekstremitas
Tujuan : Setelah di
lakukan tindakan keperawtan selama 2 x
24 jam mobilitas fisik teratasi.
Criteria hasil : klien
dapat mempertahan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang
terkena atau kompensasi.
Intervensi :
a. Kaji
kemampuan secar fungsional dengan cara yang teratur klasifikasikan melalui
skala 0-4.
Rasional : untuk
mengidentifikasikan kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai
pemulihan.
b. Ubah
posisi setiap 2 jam dan sebagainya jika
memungkinkan bisa lebih sering.
Rasional : menurunkan
terjadinya terauma atau iskemia jaringan.
c. Lakukan
gerakan ROM aktif dan pasif pada semua ekstremitas.
Rasional ; meminimalkan
atropi otot, meningkatkan sirkulasi dan mencegah terjadinya kontraktur.
d. Bantu
mengembangkan keseimbangan duduk seoerti meninggikan bagian kepala tempat
tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur.
Rasional : membantu
melatih kembali jaras saraf,meningkatkan respon proprioseptik dan motorik.
e. Konsultasi
dengan ahli fisiotrapi.
Rasional : program yang khusus dapat di kembangkan
untuk menemukan kebutuhan klien.
4.
Resiko
gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
Tujuan : setelah di
lakukan tindakan keperawatan selama 2x24jamklien mampu memperthankan keutuhan
kulit.
Kriteria hasil : klien
mampu perpartisipasi dalam penyembuhan luka, mengetahui cara dan penyebab luka,
tidak ada tanda kemerahan atau luka
Intervensi :
a. Anjurkan
klien untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika munkin.
Rasional : meningkatkan
aliran darah ke semua daerah.
b. Ubah
posisi setiap 2 jam.
Rasional : menghindari
tekanan dan meningkatkan aliran darah.
c. Gunakan
bantal air atau bantal yang lunak di bawah area yang menonjol.
Rasional : mengindari
tekanan yang berlebihan pada daerah yang menonjol.
d. Lakukan
masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah
posisis.
Rasional : mengindari
kerusakan kapiler.
e. Observasi
terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan
pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.
Rasional : hangan dan
pelunakan merupakan tanda kerusakan jaringan.
f. jaga
kebersihan kulit dan hidari seminimal munkin terauma,panas terhadap kulit.
Rasional : untuk
mempertahankan ke utuhan kulit
5.
Defisist
perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler, menurunya kekuatan
dan kesadaran, kehilangan kontrol otot atau koordinasi di tandai oleh kelemahan
untuk ADL, seperti makan, mandi dll.
Tujuan : setelah di
lakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
terjadi prilaku peningkatan perawatan diri.
Kriteria hasil : klien
menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri, klien mampu
melakukan aktivitas perawatna diri sesuai dengan tingkat kemampuan,
mengidentifikasikan personal masyarakat yang dapat membantu.
Intervensi :
a. Kaji
kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0 – 4 untuk melakukan ADL.
Rasional : membantu
dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individu.
b. Hindari
apa yang tidak dapat di lakukan oleh klien dan bantu bila perlu.
Rasional : klien dalam
keadaan cemas dan tergantung hal ini di lakukan untuk mencegah frustasi dan
harga diri klien.
c. Menyadarkan
tingkah laku atau sugesti tindakan pada perlindungan kelemahan. Pertahankan
dukungan pola pikir dan izinkan klien melakukan tugas, beri umpan balik yang
positif untuk usahanya.
Rasional : klien
memerlukan empati, tetapi perlu mengetahui perawatan yang konsisten dalam
menangani klien, skaligus meningkatkan harga diri klien, memandirikan klien,
dan menganjurkan klie untuk terus mencoba.
d. Rencankan
tindakan untuk deficit pengelihatan dan seperti tempatkan makanan dan peralatan
dalam suatu tempat, dekatkan tempat tidur ke dinding.
Rasional : klien mampu
melihat dan memakan makanan, akan mampu melihat kelaurmasuk orang ke ruangan.
6.
Gangguan
eliminasi alvi (konstipasi) berhubunagn dengan imobilisasi dan asupan cairan
yang tidak adekuat.
Tujuan : setelah di
lakukan tindakan keperawatan selam 2x24 jam gangguan eliminasi fecal (
konstipasi) tidak terjadi lagi.
Kriteria hasil : klien BAB lancer,konsistensi feces
encer, Tidak terjadi konstipasi lagi.
Intervensi :
a. Kaji
pola eliminasi BAB
Rasional : untuk
mengetahui frekuensi BAB klien, mengidentifikasi masalah BAB pada klien .
b. Anjurkan
untuk mengosumsi buah dan sayur kaya serat.
Rasional : untuk
mempelancar BAB.
c. Anjurkan
klien untuk banyak minum air putih, kurang lebih 18 gelas/hari, untuk
mengencerkan feces dan mempermudah pengeluaran feces.
d. Berikan
latihan ROM pasif,
Rasional : untuk
meningkatkan defikasi.
e. Kolaborasi
pemberian obat pencahar.
Rasional : untuk
membantu pelunakkan dan pengeluaran
feces
7.
Gangguan
eliminasi urin ( inkontinensia urin) berhubungan dengan lesi pada UMN.
Tujuan : setelah
dilakukan tindakan keperawatan, selama 3x24 jam.
kriteria hasil :
gangguan eliminasi urin tidak terjadi lagi, pola eliminasi BAK normal.
Intervensi :
a. Kaji
pola eliminasi urin.
Untuk mengetahui
masalah dalm pola berkemih.
b. Kaji
multifaktoral yang menyebabkan inkontensia.
Rasional : untuk
menentukan tindakan yang akan di lakukan.
c. Membatasi
intake cairan 2-3 jam sebelum tidur.
Rasional : untuk
mengatur supaya tidak terjadi kepenuhan pada kandung kemih.
d. Batasi
intake makanan yang menyebabkan iritasi kandung kemih.
Rasional : untuk
menghindari terjadinya infeksi pada kandung kemih.
e. Kaji
kemampuan berkemih.
Rasonal : untuk
menentukan piƱata laksanaan tindak lanjut jika klien tidak bisa berkemih.
f. Modifikasi
pakaian dan lingkungan.
Rasional : untuk
mempermudah kebutuhan eliminasi.
g. Kolaborasi
pemasangaan kateter.
Rasional : mempermudah
klien dalam memenuhi kebutuhan eliminasi urin.
2.2.4.
Implementasi
Keperawatan
Implementasi Kepeawatan
adalah Pengolahan dan perwujutan dari recana keperawatan yang telah disusun
pada tahap perencanaan.
Yang perlu diperhatikan pada
pelaksanaan tindakan keperawatan yaitu :
1. Tepat waktu.
2. Pelaksaan tindakan
keperawatan sesuai dengan program terapi.
3. Dalam pelaksanaan
tindakan privasi pasien harus dijaga.
2.2.5. Evaluasi Kerawatan
Evaluasi adalah
perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan
tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi atau
penilaian dapat dibagi menjaji dua yaitu evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif adalah yang dilakukan setiap kali melakukan tindakan
keperawatan sedangkan Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah
semua tindakan yang dilakukan dengan membandingkan kreteria hasil yang telah
ditetapkan dengan respon atau tanda dan gejala yang ditunjukkan pasien.
Hasil Evaluasi yang mungkin didapat adalah :
1. Tujuan tercapai seluruhnya, yaitu jika
pasien menunjukkan tanda atau gejala sesuai dengan kreteria hasil yang di
tetapkan.
2. Tujuan sebagian
yaitu jika pasien menunjukan tanda dan gejala
sebagian dari kreteria hasil yang sudah ditetapkan.
3. Tujuan tidak tercapai, jika pasien
tadak menunjukan tanda dan gejala sesuai dengan kreteria hasil yang sudah ditetapkan.
2.3. Konsep Teori Inkontinensia
Urine
2.3.1. Pengertian Inkontinensia Urine
Inkontinensia Urine adalah pengeluaran
urin yang tidak dapat dikontrol dan menetesnya urin dari uretra dengan keadaan
kandung kemih yang penuh. (Saryono, 2010)
Inkontinensia urine adalah
ketidakmampuan otot spinter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol
ekstensi urine. (Tarwoto Wartonah, 2006)
Inkontinensia urine adalah kehilangan
urine yang tidak disadari, tidak diduga, atau kontinu ; tipe ini terkait dengan
penyakit atau kondisi persyarafan ; defisit anatomis seperti fistula atau
kerusakan jaringan akibat pembedahan, trauma, atau radiasi. (Susan Martin
Tucker : EGC, 2008)
2.3.2.
Etiologi
Inkontinensia urine
Menurut Saryono dan Anggriyana Tri
Widiarti (2010) penyebab dari Inkontinensia urine adalah ketidaksanggupan
sementara atau permanen otot spinkter eksterna untuk mengontrol keluarnya
urine. Ada 5 tipe inkontinensia urine (Saryono dan Anggriyani Tri Widiarti,
2010), yaitu :
a. Fungsional
Ketidakmampuan memprediksi
keluarnya urine, disebabkan oleh gangguan fisik dan mental atau faktor
lingkungan.
b. Refleks
Urine yang mengalir
keluar akibat isinya yang sudah terlalu banyak di dalam kandung kencing akibat
otot detrusor yang lemah sehingga tidak dapat merasakan kandung kemih penuh.
c. Stress
Ketidaksanggupan
mengontrol keluarnya urine pada saat tekanan abdomen meningkat.
d. Urge
Urge timbul karena
keadaan otot detrusor yang tidak stabil.
e. Total
Keluarnya urine yang tidal dapat
diprediksi, disebabkan oleh injury spinkter pada laki-laki dan injury otot
parineal pada wanita atau adanya kerusakan neurologis.
2.3.3
Faktor-faktor
risiko stroke
|
Disfungsi kandung
kemih saluran pencernaan
|
Defisit
neurologis
|
Katup jantung
rusak,miokard infark, fibrilasi, endokarditis
|
Penyumbatan
pembuluh darah otakoleh bekuan darah, lemak, dan udara
|
Emboli serebral
|
Stroke
(Cerebro
vascular accident)
|
Gangguan Eliminasi urin dan alvi
|
2.3.4
Penatalaksanaan
Penanganan inkontinensia urine tergantung factor penyebab yang
mendasarinya, namun demikian sebelum terapi yang tepat dimulai, munculnya
masalah ini harus di identifikasi terlebih dahulu.
Yang sering dikerjakan pada penderita lanjut usia dengan incontinensia
urine adalah memasang kateter secara menetap. Untuk beberapa pertimbangan,
misalnya memantau produksi urine dan mengatur balance cairan hal ini masih
dapat diterima, tetapi sering kali pemasangan kateter ini tidak jelas dan
mengandung resiko untuk terjadinya komplikasi umumnya adalah infeksi.
Ada 3 macam
katerisasi pada inkontinensia urine :
1.
katerisasi
luar
terutama
pada pria yang memakai system kateter kondom. Efek samping yang utama
adalah iritasi pada kulit dan sering lepas.
2.
katerisasi
intermiten
katerisasi
secara intermiten dapat dicoba, terutama pada wanita lanjut usia yang menderita
inkontinensia urine. Frekuensi pemasangan 2-4x sehari dengan sangat
memperhatikan sterilisasi dan tehnik prosedurnya.
3.
Katerisasi
secara menetap
Pemasangan
kateter secara menetap harus benar-benar dibatasi pada indikasi yang tepat.
Misalnya untuk ulkus dekubitus yang terganggu penyembuhannya karena ada
inkontinensia urine ini. Komplikasi dari katerisasi secara terus-menerus ini
disamping infeksi. Juga menyebabkan batu kandung kemih, abses ginjal dan bahkan
proses keganasan dari saluran kemih.
Memang lebih rumit dan membutuhkan biaya serta tenaga untuk memakai
pembalut-pembalut serta alas tempat tidur dengan bahan yang baik daya serapnya,
dan secara teratur memprogram penderita untuk berkemih.Tetapi untuk jangka
panjang, dapat diharapkan resiko morbiditas yang menurun, dengan begitu juga
berpengaruh pada penurunan biaya perawatan.
Pengelolaan inkontinensia urine pad apenderita usia lanjut, secara garis
besar dapat dikerjakan sebagai berikut :
1.
Program rehabilitasi
a.
Melatih respon kandung kemihagar baik lagi
b.
Melatih perilaku berkemih
c.
Latihan otot-otot dasar panggul
d.
Modifikasi tempat untuk berkemih
2.
Katerisasi baik secara berkala atau
menetap
3.
Obat-obatan, antara lain untuk relaksasi kandung
kemih, osterogen
4.
Pembedahan, misalnya untuk mengangkat penyebab
sumbatan atau keadaan patologi lain.
5.
Lain-lain, misalkan penyesuaian lingkungan yang
mendukung untuk kemudahan berkemih, penggunaan pakaian dalam dan bahan-bahan
penyerap khusus untuk mengurangi dampak inkontinensia
(sumber : Nanda, 2005-2006 )